Selasa, 14 April 2020

Ibukota

Wajahmu adalah ibukota cinta
Langkah-langkah rindu yang pecah
Tergesa-gesa menuju kantor waktu
Mengisi daftar hadir melalui sidik aku

Senyummu adalah ibukota jarak
Nyala lampu mengarak
Tugas rindu yang menumpuk
Menjadikanku lembur semalam suntuk

Dirimu adalah ibukota hati
Angin malam yang menguliti jari
Membaca lembaran-lembaran tubuhmu
Mencari kata kita
Menikmati sunyi

(2020)

Senin, 13 April 2020

Penyanyi Jenazah

Pagi-pagi aku bersukacita
Atas kabar duka yang ku terima
Menandakan hari ini aku bisa
Membayar cicilan dan membeli sedikit camilan

Aku membuka pagar
Membungkuk sejenak menyapa Tuhan
Sebagai ungkapan terimakasih
Telah diberikan berkah
Dan berjalan menuju rumah duka

Baris-baris karangan bunga
Yang sedang upacara duka
Membanjiri halaman pembaca
Mengantarkanku ke ruang duka
Ruang yang penuh air mata
Bahkan menggenang sampai ke dada

Aku datang menyapa jenazah
Yang sedang pulas dengan dua gelas anggur disampingnya
Ku tanya lagu apa yang ia cinta
Raut wajahnya menggambarkan suasana desa,
Rintik hujan, suara gesekan daun
Yang dibelai angin, hutan malam,
Dan suara anak kecil yang berlarian
Di tengah ladang, menimbulkan senyum
Panen para petani.
Indah sekali.

Aku mulai bernyanyi lagu kecintaannya
Semoga ruhnya bahagia dan selamat
Sampai ke rumah Tuhan agar bisa
Duduk bercerita dan meminum anggur
Yang ia bawa di beranda.

Sore hari aku sudah kembali
Menikmati kopi di depan halusinasi
Upah hari ini melimpah sekali
Keluarga jenazah berterimakasih
Dan membekali aku kopi
Serta roti isi untuk aku nikmati
Sebagai teman saat kembali

Dering telpon berbunyi
Memanggil perhatianku untuk dihampiri
Panggilan kerja lagi?
Lagi pula aku sedang tak ingin dijahili
Saat sedang menikmati rezeki
Semakin aku hirau, bunyinya semakin menjadi
Seperti asu yang berkelahi
Memperebutkan betina yang tak tahu diri

Angin malam dan balai kota
Menjadi teman jalan menuju rumah duka
Ada-ada saja jenazah malam-malam minta dinyanyikan
Apakah mimpinya kurang indah?
Sehingga harus aku yang menidurkan

Tidak ada upacara duka
Halaman pembaca lengang dari karangan bunga
Aku masuk ke ruang duka
Tak ada tawa air mata
Yang menghibur jenazah
Hanya kesunyian yang menghangatkan peti
Ku dekati dan ku sapa
Lagu apa yang kau suka?
Aku tersentak melihat raut wajahnya
Kini air mataku terbahak-bahak
Aku mulai belajar mengingat
Pembicaraan yang belum pernah
Menyaksikan siang atau malam
Hanya menyentuh kesunyian dirinya
Dan sepasang mata untuk seorang wanita
Hujan pecah, kopi tumpah, dan bau tanah
Menziarahi jejak-jejak masa aku dan masa lalu
Aku tahu betul kesukaanmu.

Untukmu aku akan membacakan puisi
Yang kutulis sebelum aku mati
Tuhan akan menyambutmu besok pagi
Mengajarimu cara bertani
Dan memahat hati

Mari kita tutup hari dan peti
Aku akan membawamu pergi
Karena hatimu dingin sekali
Biar kutanam dalam tanah
Agar jasadku dapat tumbuh subur dan sempurna
Semoga kita bisa berjumpa
Dan bicara berdua semata

(2020)

Sabtu, 21 Desember 2019

Ibadah

Di panggilnya aku
Kemudian
Di panggilnya engkau
Masing-masing kita
Beribadah

Aku beribadah
Dalam dekapan senyum ibu
Kamu beribadah
Dalam dekapan senyum iba
Dan doamu juga

(2019)

Doa

Saat tidur malam
Aku adalah lampu kamar
Yang sering kau matikan
Karena aku yang sering mengganggu tidurmu
Ketika sedang menyala terang

Saat bangun malam
Aku duduk dibawah lampu kamar
Berdoa dengan kedua tangan
Dan kau
Duduk dibawah lampu taman
Berdoa dengan sebelah tangan

(2019)

Sabtu, 23 November 2019

Tanda Baca

Barangkali hanya aku yang menunggu pesanmu
Barangkali juga hanya pesanku yang menumpuk di gudang rumahmu
Jelas sekali
Tidak ada tanda seru dibalik kekakuanmu
Atau juga
Tidak ada keseruan dibalik tanda kakumu

Kau lihat kalimat terakhirku?
Ujung antara tekad dan keputusasaanku
Yang sengaja tak ku beri tanda penutup
Agar dengan sendirinya aku redup

(2019)

Selasa, 05 November 2019

Sakit Puisi

Aku yang berada diambang keputusasaan
Mencoba sekali lagi melukis senyummu
Meski,
Aku yang selalu bersama dirimu sendiri
Sering kau anggap tak ada jalan keluar
Dan mereka adalah orang lain
Lebih menarik untuk didengar bercerita
Sementara aku sibuk menyembunyikan luka
Dibalik luka-luka lama

Sering ku hujat Tuhan
Dengan segala cacian
Kesendirian
Ku bilang;
Jika luka-lukaMu belum pulih benar
Maka jangan kau ciptakan kesedihan
Kasihan kau kesepian
Atau kau undang saja aku untuk berjalan-jalan
Mencari asu-asu yang kelaparan
Hingga dapat kau bunuh aku tanpa perasaan
Sekian dan demikian

(2019)

Minggu, 03 November 2019

Hujan

Lelehan air mata Tuhan
Jatuh bersama hujan
Saat berada dalam kesendirian
Dan kudapati,
Ia diserang semalaman
Oleh kenangan
Yang rindu pada sebuah pesan

(2019)