/1/
Cangkir pertama :
Cangkir pertama :
Semalam pagi aku mojok dibibirmu.
Aku lahir ke harum hujan.
Dimana yang akan menuangkan anapes,
yang aku hidu dari bibirmu.
Dimana yang akan menuangkan anapes,
yang aku hidu dari bibirmu.
/2/
Cangkir kedua :
Cangkir kedua :
Semalam pagi aku nampang di cermin matamu.
Pagi ini Tuhan sedang menulis puisi
dan minum kopi.
Di cangkirNya Tuhan membubuhkan aku
Agar hitam nyata dari mataNya.
dan minum kopi.
Di cangkirNya Tuhan membubuhkan aku
Agar hitam nyata dari mataNya.
/3/
Cangkir ketiga :
Cangkir ketiga :
Semalam siang aku ngacir ke jingkrungmu.
Nasibku diombang-ambing bolpoin rumitmu.
Kau menuliskan aku, mengapung diatas porselen ibuku.
Agar setiap paginya aku bisa mengecap nasibku
pada porselen itu dan merasakan kopinya.
Kau menuliskan aku, mengapung diatas porselen ibuku.
Agar setiap paginya aku bisa mengecap nasibku
pada porselen itu dan merasakan kopinya.
" kopiku lagi ngantuk... "
/4/
Cangkir keempat :
Cangkir keempat :
Semalam sore aku menyeruput rinai dalam matamu.
Mesti kau tahu,
aku adalah penumpang, yang sering
kau tarik ulur.
Padahal aku adalah angin, yang
sedang makan bersama dengan hujan
di perjamuan terakhir.
aku adalah penumpang, yang sering
kau tarik ulur.
Padahal aku adalah angin, yang
sedang makan bersama dengan hujan
di perjamuan terakhir.
- Bogor, 2015 -
0 komentar:
Posting Komentar