Sabtu, 15 Juli 2017

Kucing Dan Pesta Puisi

Kucing dan pesta puisi
Pada buku yang berkubu-kubu
Dan pisau kuku disempit alis waktu.
Tuak pada cangkir menjadi sebuah kegelisahan
Dua cincin siap pakai dan kalender tua.
Menjadi nimbus-nimbus kecil dikepala kucing.

Judul masih saja hilang
Puisi masih jauh dari mata aksara.
Sikucing datang dengan enggan ke pesta
Tak ada puisi, hanya belang dan meong dipunya
Juga kegelisahan dengan dua nyawanya
Setelah berulang kali mati ; patah hati, bunuh diri, ditinggal pergi
Dan dia berpikir, mati seperti apa lagi kali ini.

Calak mata kucing menerangi langkahnya
Namun tak menerangi belangnya.
Meong merupa doa, semoga ia tak berdosa
Datang tanpa puisi dan sekantong duri.
Mata jendela terbuka, judul masih lengang kata-kata
Kepada induk pintu ia mengetuk, betapa meongnya ingin masuk.

Tiga teko dari toko
Dan cincin dalam tirai, telah menjadi tirau
Yang siap menumpas jambang-jambang ingatan
Seperti kopi menumpas kantuk pada pesta
Dan ngiau menumpas meongnya.

Dingin yang berlalu lalang, dan bulan yang tak datang.
Sikucing bermeong-meong saja dimakam induknya
Bahkan meongnya pun tak tahu meong apa yang sedang ia meongkan.

          Kau menutup buku, dan berkata.
          "Lebih baik kehilangan belang      daripada kehilangan meong"
          Kaca-kaca pada matamu mulai berjatuhan.
          "Apakah kopiku telah menumpas kantukmu?"
          "Ya, matamu telah menumpas dinginku"
          "Apa yang kau curi dari mataku?"
          "Waktumu, kau adalah kucing waktu yang diburu kecemasanku,
          Sehingga kau berlari dan tak dapat kembali"

(Jatinangor, 2017)

0 komentar: